Bersetubuh dengan Dia, Siluet Luka

23 Februari 2014
------Teruntukmu yang sempat singgah-------

Di seberang jalan aku melihat sebuah siluet luka yang kabur terhalang kabut senja. Aku diam, tunduk, lalu meringkuk. Bukan aku takut, aku hanya masih merasa asing dengan bentukmu yang buram. Aku diam dan pura-pura tak melihat. Kucari arti, tak jua kutemui. Siluet luka di seberang jalan kini tampak semakin dekat. Ternyata kau adalah sebuah pribadi. Manusia! Oh, siluet luka itu kini berubah menjadi sesosok anak manusia yang tampak sangat indah. Ini mahakarya Tuhan! Benarkah kau itu siluet luka yang kulihat di seberang jalan tadi? Indahnya. Kupandangi setiap inci dari sisimu. Ini aneh, tak ada tanda-tanda duka. Namun mengapa engkau tampak sebagai siluet luka? Kau diam di ujung seberang jalan sana. Hei, sadarkah bahwa kau adalah indah? Sadarkah kau bahwa ada harta yang tersimpan dalam jiwamu yang hampa? Oh, hampa? Entahlah. Aku baru saja melihatmu beberapa menit yang lalu. Namun bathinku serasa ikut tercabik saat melihat bayanganmu yang membentuk sebuah siluet dipenuhi luka, buram terhalang kabut senja. Aku melihatnya, luka. Begitu banyak luka yang tertimbun dalam jiwamu yang hampa. Sebentar saja aku memandangimu. Seketika itu aku merasa, aku cinta. Ah! Cinta lagi, cinta lagi. Bosan! Ini bukan cinta yang biasa. Bukan cinta yang harfiah. Ini cinta antar dimensi yang tak lazim keberadaannya. Sangat tidak lazim. Lantas, bagaimana selanjutnya? Kau tersenyum. Senyumanmu mengaburkan pandanganku. Mata duniawiku buta. Intuisiku menggerayangi, aku pasrah. Ilusi pun tercipta. Mata bathin seolah berkata, kau adalah aku. Aku adalah kau, benar begitu? Mungkin saja. Tapi yang kutahu, aku hilang kendali. Nalar ini tertikam oleh rasa yang aku tak tahu ini apa. Hanya pasrah. Nalar kita saling merangsang. Ide-ide kita bersetubuh dalam satu kesatuan harmoni yang indah. Membuahi alam pikir kita, dan aku melahirkan karya kemudian. Sayang, entah harus kusebut apa kau beserta dengan lukamu itu. Entah harus bagaimana aku harus memaknai persetubuhan ini. Bathin kita menyatu namun raga ini bagaikan minyak dan air yang takkan pernah menjadi larutan utuh. Kita berbeda, kita harus terpisah. Sebentar saja kunikmati persetubuhan ini. Selamanya mungkin takkan pernah aku melupakan kau beserta dengan lukamu. Kau adalah mahakarya indah. Jangan lagi kau pernah menjadi sebuah siluet luka. Aku cin... hentikan sajalah. Kita tak sama.

22 Februari 2014 -pupu-

5 tinggalkan komentar:

Unknown Says:
23 Februari 2014 pukul 04.38

Karya yang bagus :)
Tapi, saya belum mampu memaknai semuanya.
sebenarnya siapa dia, yang indah tapi penuh luka itu ?

Unknown Says:
23 Februari 2014 pukul 06.58

terimakasih abang :)
untuk makna, silahkan miliki persepsi sendiri. aku membebaskan pembacaku untuk itu. hehehe :)
dia? hummm.
seseorang yang luarbiasa. namun ia belum menemukan 'siapa' dirinya.
aku pahami dia, karena mungkin dia adalah aku. tapi bukan aku.
mungkin dia membaca komentar-ku ini. semoga dia paham bahwa aku menjadikan dirinya tokoh dalam goresan tinta ini.
salam damai :)

Unknown Says:
11 Maret 2014 pukul 22.56

A : Ambillah sebuah piring keramik dan hempaskan ke lantai.
B : Oke, sudah.
A : Apakah pecah?
B : iyaaa lah pecah.
A : Sekarang ucapkan maaf pada piring tersebut.
B : '___' maaf
A : Apakah dia utuh kembali?
B : .................... engga lah. Tapi kan bisa direkatkan dengan lem
A : Oke, silakan lem.
B : hmm, susaaaah untuk kepingan yg kecil tp aku ga nyerah. Nah selesai.
A : Apa masih bisa kamu pergunakan?
B : Bisa laahh.
A : Iya bisa tapi rapuh. Apa bisa kamu hilangkan garis retakan itu?
B : ...................
A : Paham.?!
B : engga '_____'
A : ...................


@_scania_

Anonim Says:
14 April 2014 pukul 08.52

yang gini gini ane demen coy..
titp absen dulu di sini ya, trus titp absen ke blog kita juga..siapa tahu kegilaanku menginspirasimu
http://fokloreholic.blogspot.com/

Unknown Says:
14 Mei 2014 pukul 00.37

siap mas daniel :)

Posting Komentar