0 Bahagia, Pilihan.

21 Januari 2015

Pikiran dan perasaan adalah kunci hidup. Sedih dan bahagia terletak rapi di sana. Silahkan pilih mau yang mana.

Karena bahagia bukan berbicqra tentang bagaimana keadaanmu. Tetapi bagaimana pikiran dn perasaanmu menanggapi suatu keadaan itu.

Jangan pernah sesali sebuah kesalahan yang pernah terjadi, karena sesungguhnya di dunia ini tidak ada yang benar-benar salah. Kalian tahu, jam yang rusak saja menujukkan waktu yang tepat sebanyak dua kali dalam 24 jam sehari.

Jadi, cobalah jernihkan perasaanmu dan tarik dirimudari kekalutan sementara yang berkamuflase untuk mencuri kebahagiaanmu.

Pilihan ada di tangan kita masing-masing.

Medan, 210215
Putri Amelia

0 Sepi.

18 Januari 2015

Pernahkah kalian menangis tanpa alasan apapun? Saat rebah di sudut kegelisahan, merenung tanpa arti, diam, lalu terisak. Aku tertawan di sana, kini. Menangisi sesuatu yang entah apa, akupun tak mengetahuinya secara pasti. Berawal hanya membungkam, kemudian aliran titik-titik air meluncur di pipiku, dan semakin terisak. Tangisanku semakin menjadi seiring semakin kosongnya hati dan pikiranku. Jiwaku seperti hampa. Aku menangis dan semakin larut dalam kesedihan. Kesedihan apa? Entahlah, sudah kukatakan aku ta tahu.

Sepi. Suasana yang kurasakan kini ialah sepi. Sekalipun hiruk pikuk ibu kota menjerit-jerit dengan berbagai kesibukannya. Aku tak terusik sedikitpun, aku masih merasa sangat sepi. Kapan tangisanku akan terhenti? Bagaimana mungkin aku tahu, aku saja tak mendapatkan alasan mengapa aku menangis. Yang kutahu saat ini aku semakin menikmati rasa ini, tangisan ini.

Bukan karena sendiri seseorang merasa sepi, yang ramai dan bersahabat seperti aku pun patut merasakan rasa sepi. Inilah hidup. Hidup terlalu rumit untuk dipahami. Ada banyak sahabat, ada banyak teman dan jaringan kerabat, tapi kesepian ini semakin menjadi setiap harinya. Belajar tegar dari kegetiran yang juga mencuri secuil demi secuil harapan hidupku.

Jika aku dapat mengalahkan diriku sendiri untuk tak membiarkan kecemasan dan rasa sepi masuk, aku mumgkin tak kan padam seperti bara yang mulai dingin. Hanya akan ada asap dan arang. Lalu sisanya akan berubah menjadi debu yang musnah tertiup angin.
Rasa sepi, sungguh menyiksa. Airmata pun tak mampu membasuh rasa yang mengerikan itu. Tangisan ini. Tangisan ini seperti sebuah ketololan stadium akhir.

Lalu, kemana harus kucari jalan keluar untuk masalah ini? Untuk asalah yang sebenarnya bukan masalah. Untuk tangisan yang tak jelas asal-usulnya. Kemana? Hanya waktu yang mampu menjawab, begitu kalimat yang selalu keluar dari mulut para manusia yang sok bijak. Dan kini, aku hanya bisa menikmati rasa. Rasa yang sarat makna. Abstrak. Sepi. Getir. Dengan isak tangis yang tak terbendung oleh apapun lagi. Aku bersama dengan diriku.

0 Kado Natal

24 Desember 2014

Sebuah kado mungkin acap kali kita bayangkan sebagai sesuatu hal indah dan menggembirakan hati. Kado adalah harapan dan misteri tersembunyi yang ingin kita dapatkan. Saat perayaan besar, kita sering mengharapkan kado sebagai pelengkap sebuah perayaan itu. Apapun jeisnya, apapun ukurannya, seberapapun harganya, kado tetaplah menyenangkan. Dan aku, aku sangat suka kado!

Namun beriring waktu, aku menemukan sebuah fakta hebat yangmengejutkan. Sebuah kado tak selamanya memberi rasa bahagia. Kado yang melahirkan rasa sakit serta keperihan. Hati teriris dan jiwa seolah remuk saat harus menerima sebuah kado yang tak menyenangkan hati. Layakkah ini disebut sebuah kado?

Saat kali pertama kuterima kado itu dengan tanganku, rasa sakitnya belum begitu terasa. Saat kugenggam kado itu dengan penuh rasa penasaran, semakin kurasakan sakit yang menyiksa. Ada rasa panas seperti bara api yang membakar setiap sendi. Kubuka perlahan, mataku mendadak kabur dan airmata menggenang di situ. Air mataku tertumpah dan berubah menjadi titik-titik darah. Kuangkat kado yang kubuka tadi, sinarnya menusuk dan masuk ke dalam pori-pori kulit mikron per mikron. Sekujur tubuhku kaku. Ada rasa sakit yang tak tertahankan! Perih. Airmataku seketika membeku. Otakku tergerogoti oleh hewan-hewan kecil yang entah datang dari mana. Kurasakan sakit pada setiap organ dalamku. Mendadak darah termuntahkan dari rongga mulutku. Rasa sakit ini, rasa perih ini, ah tolong aku! Tolong! Tanganku terikat oleh tali emas yang tak tahu entah muncul darimana pula. Leherku serasa tercekik! Aku tak bisa bernafas dengan baik! Aku sesak! Tolong... tolong aku! Aku mulai lemas tak berdaya. Aku tersungkur. Mendadak saat itu telingaku dipekakkan oleh suara nyaring yang mengganggu poendengaranku. Aduh! Suara itu semakin kuat! Telingaku seperti tercucuk jarum demi jarum, sakit sekali! Kepalaku pusing. Pandangan mataku kabur. Aku menyerah! Aku menyeraaaaaaaah! Bapa... tolong... Bapaaaaaa!

Bapa? Siapa Bapa? Siapa? Tuhan? Saat sakit ingat Tuhan?

Suara itu menertawakanku. Semakin ramai dan smakin kuat. Mereka menertyawakan dan mengolok-olokku.

Jiwamu sudah kami tawan! Sebentar lagi kau pasti mati! Mati! Tapiu tidak secepat itu, kau harus menderita. Sebab deritamu adalah kesukaan bagi kami. Dasar manusia bodoh!!!

Ahhh, diam!!!!

Tuhan. Tolong. Tuhan. Tolong!!!!!

Mulutku yang penuh gumpalan darah, mulai kupakai untuk bernyanyi. Memuji dan menyembah. Entah siapa, tapi hatiku tertambat padaNya. Semakin aku memuji, semakin sakit rasa perihku. Semakin aku menyembah, semakin sesak leherku tercekik. Tuhan!!! Tolong!!!

Aku pingsan.

Saat mataku terbuka, banyak lilin yang mengelilingiku. Sekitarku sangat gelap! Gelap! Aku tak bisa melihat apapun. Dimana aku? Dimana?

Aku lahir, untukmu. Aku datang, untuk menyelamatkanmu. Jangan takut, hidupku kini milikku.

Siapa kau? Siapa?

Akulah yang kau panggil. Akulah yang kau sembah. Aku, datang untukmu.

Kurasakan suara itu memelukku. Suara itu menenangkanku. Suara itu melepaskanku dari rasa sakit dan perih itu. Saat aku menangis, semua perlahan lenyap. Kesakitanku tak lagi menjerat. Aku bebas! Aku bebas!

Tuan! Aku ingin ikut engkau!!!

Bukan Tuan. Tetatpi TUHAN. Akulah TUHANmu. Aku datang untuk menyelamatkan mu dari jerat maut musuhku. Kini kau aman.

TUHAN!!!
AKU MAU SETIA!!!
AKU MAU HIDUP SESUAI INGINMU!!!

Saat aku coba mulai berjalan, kurasakan ada tangan yang menggenggam erat tanganku. Ada sinar yang melingkupiku sebagai pelindung. Hidupku kini tak seberat dulu. Aku bebas!

Dan kurasakan sebuah suara yang kukenali berbisik di telingaku,

Kado itu, kado itu adalah pemberianku. Agar aku dapat mengambil kembali hatimu.
Selamat Natal, anakku.

MEDAN, 24 Desember 2014
Oleh: PUTRI (Nangbidok)