2 Ratu

19 Januari 2014
"Hei, kamu Ratu kan? Kenalin aku Denis."
"Iya kak, semua orang di sini kenal kak Denis."
"Sabtu malem ada acara ngga? Kita ke Cafe Ceria yuk."
"Hah? Kak... Mkasudnya?"

Halah, Ratuuu ngga usah mikiiiir. Kak Denis, loh. Kak Deniiiis. Aduh Ratu, bego ih! Ratu, jarang-jarang kak Denis...... Kasak-kusuk ramai terdengar dari mulut para sahabatnya.

"Iya kak."
"Sip. Ketemu di sana ya Ratu."
"Siap, kak."
"Bye..."
"Dadaaah..."

                                                                          *  *  *

Ratu sibuk mempersiapkan dirinya. Baju baru, sepatu baru, tas baru, parfum baru, dan bandana baru. Semua khusus untuk pertemuan perdana mala ini. Aku harus tampil cantik.Sudah lama aku menantikan malam ini. Sudah 3 tahun aku memendam, rasa ini tak berubah. Hingga keajaiban pun datang, malam ini nyata! Tanpa disadarinya, air matanya tumpah.

Wangi parfumnya menyengat ke seluruh ruangan. Ia tampak begitu anggun dengan dress yang ia kenakan. Penampilannya sempurna. Sangat setimpal dengan persiapannya. Namun keringat terus bercucuran dari dahinya. Nafasnya terengah-engah. Ia gugup. Maklum saja, dia akan bertemu dengan pria yang ia cinta diam-diam selama 3 tahun. Ini kesempatannya!

"Mama, Mbak Ratih mana ma?"
"Oh, mbak mu permisi makan dengan temannya. Kamu mau kemana ini cah ayu?"
"Hehehe... Ada janji sama temen ma... Ratu permisi ya, ma."
"Jangan lama-lama pulang ya, nak. Kalau bisa bareng saja dengan mbak mu. Suruh dia jemput."
"Siap, laksanakan. Hehehe. Dah, mamaaa..."

                                                                             *  *  *

Ratu tampaknya begitu gemetar. Ia kesulitan mengatasi rasa gugupnya. Tangannya dingin dan pucat. Ini gila! Pria yang ia cintai akan duduk semeja bersamanya menyantap hidangan bersama, di sabtu malam yang... Ah, ini romantis. Kamu pasti tampan, kak. Ia berucap sendiri dalam hatinya.

Meja 3, di sudut ruangan. Ratu duduk mencoba menenangkan dirinya. Ia mengatur nafas sembari melihat arloji yang ia pakai. Kak, Denis kok belum datang yah... Ratu menunggu dengan sabar. Pujaan hatinya tak kunjung tiba. Ia melihat sekeliling dan... itu dia! Seorang pria mengenakan jas coklat berjalan ke arahnya bersamaan dengan... Siapa wanita itu? Kok, mukanya ngga asing gitu yah.

Mereka semakin mendekat. Ratu semakin penasaran dengan wanita itu. Mereka bergandengan tangan. Mbak Ratih!!! Ratu merasa lehernya tercekik. Mendadak ia sulit sekali bernafas. Jantung yang tadi berdegup dengan sangat kencang, spontan melemah. Waktu terasa berjalan sangat lambat. Ia terguncang. Bumi seperti membolak-balikkan dirinya. Ia merasa gamang saat itu. Ini sangat menyakitkan!

"Dek, maaf mbak ngga ngasih tau kamu dulu, ya. Mbak mau ngasih surprise! Nih, kenalin pacar baru mbak."
"Iya, Ratih. Kemarin aku udah cari-cari adik kamu. Akhirnya aku bisa kenalan juga. Sesuai dengan permintaan kamu, aku ajak dia ke sini."
"Makasi ya, sayang."

Ratu tak bergumam. Mulutnya seperti terkunci. Sulit baginya untuk berkata-kata saat itu.

"Eh, aku jarang lihat adik kamu loh, Ratih. Ngga nyangka kalau dia junior aku."
"Iya, kak. Beda ya sama kak Denis. Semua orang kenal kakak. Kak Denis ini seniorku yang paling terkenal loh, mbak."
"Oh, ya? Hahaha. Mbak ngga nyangka, deh. Kok adik mbak yang cantik ini ngga pernah cerita ya, kalau punya senior ganteng. Hehehe."

Kebahagiaan menyelimuti wajah mbak Ratih. Lalu apa kabar dengan Ratu?  Ia menangis dalam diamnya. Tertawa dalam luka. Malam itu malam tersulit baginya. Ia menjadi pembohong besar, berpura-pura bahagia padahal hatinya tercabik-cabik oleh kenyataan yang baru saja mengahntamnya. Apa-apaan ini. Ratu mengutuki alam dan ia pun pasrah terhanyut pada kekecewaan terdalamnya.

8 Cinta Butuh Cinta

18 Januari 2014
Pernah jatuh cinta ? Apa hebatnya jatuh cinta ? Aneh rasanya saat mendengar kata-kata romantis keluar dari orang yang katanya sedang jatuh cinta. Inilah, itulah. Selalu ada kata-kata manis yang berlebihan. Nyatanya apakah cinta itu semanis puisi cinta ? Apakah cinta dapat terasa manis semanis senyuman mereka yang jatuh ke dalamnya?

Mungkin saja cinta akan terasa manis, kalau ada cinta yang lain melengkapinya. Artinya cinta itu tak dapat berdiri sendiri. Jadi ketika cinta itu bersambut dengan cinta yang satunya, bahagia akan tercipta. Namun bagaimana sebaliknya ? Cinta yang tak bersambut. Cinta yang tak punya cinta. Faktanya, untuk bahagia cinta harus punya cinta. Huhuhuhu :'(

Cinta itu pahit! Cinta itu mematikan! (Itu kalau cinta tak punya cinta lain yang menyambutnya). Cinta ini hanya akan menjadi racun. Perlahan racun itu akan menggerogoti perasaan, logika, syaraf, bahkan jiwa! Cinta sungguh sangat berbahaya. Cinta adalah pembunuh saat cinta tak punya cinta. Menyedihkan.

Insan yang bercinta adalah penjudi. Mereka mempertaruhkan 50:50 hidupnya. Kebahagiaan dan maut secara bersamaan  mengancamnya. Cinta akan memuliakannya. Cinta juga akan menghempasnya hingga 'mampus'. Betapa berbahayanya cinta.

Aku tak paham mengapa cinta harus abu-abu ? Terkadang bahagia, terkadang sedih. Mengapa harus ada cinta jika cintanya tak disambut cinta yang lain ? Apa gunanya cinta tanpa cinta ? Mengapa harus ada cinta yang tanpa jawaban ? Seseungguhnya ini menyakitkan. Sungguh. Ini siksaan berat. Darimana aku tahu ?

Sebab aku adalah cinta yang tak disambut cinta. Apalah arti cintaku jika tanpa cinta ? Karena cinta memang butuh cinta. Setidaknya ini tak mengecewakan.

0 Sesama Tuhan Akur...

Dalam sekejap kekaguman itu menusuki setiap sendi dan syarafku. Wow, damainya. Kekuatan magis dan pengaruh spiritual terasa sangat kental di sini. Sejenak kulupakan siapa aku, bagaimana aku, dan darimana aku berasal. Tak peduli apakah aku seorang yang memeluk agama Hindu atau bukan. Aku  tak peduli dengan pengkotakan terhadap agama-agama yang ada. Menurutu doktrin itu salah. Selagi aku tak mengikuti tata ibadahnya, takkan menjadi masalah. Ini bentuk kekagumanku saja.

Langkah pertama memasuki gerbang itu terasa aneh. Ada perasaan lain yang mencoba mengalihkan perhatianku. Betapa indahnya perbedaan ya Tuhan. Decak kagumku tak berhenti. Aku terus berbicara dalam hati sambil memperhatikan setiap ruangan dan segala dekorasi yang sangat memukau. Jujur, aku terpesona.

Bagiku ini adalah hal yang baru, memasuki rumah para dewa. Dewa-dewi berkumpul di sana. Mungkin mereka sedang bercengkrama, atau mungkin sedang berdiskusi tentang segala kerusakan dunia? Ah, entahlah. Yang jelas aku turut merasakan kehangatan mereka saat itu.

Kuperhatikan setiap detil yang ada. Patung-patung yang merupakan manifestasi keberadaan mereka, aku mengagimu keindahannya. Aku menatap ke kiri, ke kanan, ke atas, ke bawah, semuanya indah. Sekelilingku penuh dengan aroma magis yang luar biasa. Bau dupa semerbak menusuki penciumanku. Hmm, Baunya lumayan.

Di dalam sana, ada sebuah  patung yang paling besar. Mungkin itu patung dewa yang paling mereka hormati. Tampak sekelompok ibu-ibu yang sedang duduk secara 'lesehan' di lantai tempat mereka memuja para dewa. Mereka terlihat sangat cantik mengenakan sari. Sari yang mereka pakai tampak begitu menawan. Keanggunan terpancar dari gerak-gerik tubuh para ibu itu. Ini menakjubkan!

Menurutku, ini merupakan kekayaan alam. Betapa indahnya saat manusia mampu menghargai setiap karya budaya yang tercipta. Betapa indahnya ketika semua umat manusia yang beragama maupun yang tak beragama saling mendukung dan menghormati satu dengan lainnya. Saat umat manusia yang tak ber-Tuhan dan yang mengaku ber-Tuhan tidak saling menghakimi . Ini adalah harmonisasi yang luar biasa. Kehidupan ini sangat kaya!

Aku rasa surga akan nyata dalam dunia saat kondisi yang kurindukan di atsa dapat terwujud dan tercipta. Ya, Tuhan. Kau sungguh luar biasa. Kau dan sesama Tuhan yang mereka sembah saja terlihat akur, lantas mengapa para pengikutmu tak dapat akur? Mereka sombong Tuhan.

0 Gugup Sendiri

15 Januari 2014
Wah, dia datang! Jantungku mulai berdegup lebih cepat. Peluhku bercucuran dan astagah! tanganku pucat. Mendadak aku merasa gugup hingga gemetar. Matanya tersenyum menatapku namun bibirnya datar. Hari ini sejujurnya kukatakan, dia sangat tampan! Rasanya bumi seperti berhenti berputar dan waktu pun diam. Aku harus apa? Aduh, gugup. Kucoba cairkan suasana dengan sebuah 'tos tangan' ke arahnya, walau sebenarnya dia ingin menjabat tanganku.

"Dari mana bang?"
"Dari fakultas. Jumpain dosen."
"Wah, kapan seminar?"
"Kapan ya... em... Hehehe... Tadi baru di acc"
"Wahaa! Selamat ya. Liat dong skripsinya. Manatau bia dijiplak"
"HAHA. nah."

Melihat skripsi? Oh, bukan... Ini hanya taktik mengatasi rasa gugup ini. Melihat dia duduk di sampingku rasanya aku tak percaya. HAHA! tak kuhiraukan kata demi kata dalam lembaran skripsi itu. Aku menipu diriku. Lembar demi lembarnya malah memunculkan ingatanku tentang indah pesonanya. Aih, ini gila. Selanjutnya apa?

Dia masih diam. Suasana hening. Aku tak tahu harus mengangkat topik apa. Kamu datang menemuiku tapi kenapa sepertinya tak berniat berbincang? Haruskah aku yang selalu memulai? Lembaran terakhir skripsi kututup, namun belum ada juga suara bergeming dari mulutnya. Ah, kesal! Dia diam, aku diam. Kami seperti orang bodoh.

Senyumannya sedikit kaku, tampak tak ikhlas. Aku bingung menanggapinya. Ah, udah ah! Sombong. Kalau harus aku yang memulai, ogah ya! Gengsi dong. 20 menit terisi hanya dengan suara yang bergumam dalam hati. Mungkinkah kami berbicara melalui hati? Mungkin saja.

Ayo dong ajak aku pergi... Kemana kek... Masih saja diam. Ngapain sih kamu dateng kalo cuma bikin kesel kayak gini? ihh... Dia masih asik mengutak-atik handphone nya.

"Aku balik dulu ya, dek."
"Hah? Oh iya, iya."
"Ada urusan mendadak soalnya"
"Mau kemana bang?"
"Jumpain temen."
"Hati-hati ya..."
"Langsung pulang dek. Jangan main aja kerjanya. Cabut dulu ya"

Aku pikir, kita... Ah, aku saja yang merasakan serangan asmara ini ternyata. Dia berlalu meninggalkan pertemuan kami. Dengan cepat punggungnya lenyap dari pandanganku. Aku masih terdiam dan tak paham mengapa harus aku yang gugup sendiri.

0 [Cerita Mini] : GAGAL 10 JUTA!

"Wah, kamu cantik sekali malam ini. Siap berangkat?"
"Iya. Terima kasih."
"Tunggu ya, aku bukain pintu mobilnya. Silahkan masuk tuan putri."
"Ah, Angga! Paling bisa yah. Dasar..."

Hanya butuh waktu 20 menit untuk sampai di rumah ibadah itu.

"Eh, Bro! Banu mana?"
"Tuh, di sana."

Ana merasa seperti di atas angin pada saat itu. Ia melayangkan tatapan layas kepada gadis-gadis yang mengamati mereka. Ana merasa menang karena dapat berdekatan dengan Angga, sekalipun mereka bukan sepasang kekasih.

"Banu! Happy Sunday, bro."
"Eh, iya. Sip Ngga."
"Ehem..."
"Kenalin, ini Ana. Na, ini sohib aku, Banu."
"Ana..."
"Banu..."

Banu menepuk punggung Angga tanda salut. Angga membalasnya dengan senyum penuh kemenangan.

"Bro, siap Misa uangnya aku kasih, ya!"

Angga mendadak batuk dan berdehem.

"Eheeeem. Eh, Misa udah mau dimulai. Yuk, ke dalem."
"Oke, bro. Aku nyusul."

Ana memasuki ibadah Misa dengan penuh tanda tanya. Ada yang janggal dari percakapan yang terpotong tadi. Ah, tidak ada apa-apa. Percakapan mereka terpotong karena Misa sudah dimulai. Mungkin Angga memang batuk. Ana bergumam sendiri dalam hatinya. Misa kali ini sepertinya hampa. Ana memandangi wajah Angga yang sedang khusuk berdoa memejamkan mata sambil berlutut. Ngga, aku sayang kamu.

                                                                          *  *  *

PING!!!
PING!!!
PING!!!
Blackberry Angga ketinggalan. Karena banyak sekali 'PING!!!' Ana mengira pasti itu BBM penting. Dari Banu rupanya. Ana membuka BBM tersebut.

BRO, UDAH SAMPE MANA? UANG KEMENANGANMU UDAH KUTRANSFER YA. UNTUK TAHAP MENGAJAK KE GEREJA DAN BERPACARAN KAU MENANG. SELAMAT YA! HAHAHA. INGAT, LEVEL TERTINGGI KAN? 10 JUTA BRO! KALO KAU BISA NIDURIN ANA, 10 JUTA BERSIH!

"Ana sayang. Kok nunggu di luar sih. Kan panas, kenapa ngga di dalem mobil aja, sih?"
"Ana, kamu kok nangis? Kamu sakit?"

PLAAAAKKK! Ana berlari meninggalkan Angga.

Angga tak menghiraukan Ana. Ia hanya tertawa dan sudah mendapat alasannya.

"HAHAHAHA! GAGAL KAN 10 JUTANYA."

Angga melaju dengan kecepatan tinggi dan sepanjang perjalanan ia tertawa terpingkal-pingkal. Sialan, pikirnya.

By : PUPU

4 Nanti, Aku Pasti Menuliskanmu Sebuah Puisi.

14 Januari 2014
Berjam-jam aku diam. Membisu di sudut kebingungan.
Lelah mencari kata. Tak jua kutemukan kata yang tepat.
Masih kupandangi selembar kertas buram di depanku. Masih lengang aksara.
Penaku lesu. Lemah terkulai seolah menyerah.
Nafas-nafas panjang kuhela dengan paksa. Berharap membuatku lega.
Peluhku bercucuran. Dadaku bergetar kencang.
Jantungku memberontak. Aku gugup!
Ah, gila! Ini terlalu gila.
Lelucon apa ini?
Mengapa sulit sekali menciptakanmu sebuah puisi?
Aku ini ahli. Tak sulit untuk menjanjikanmu sebuah puisi.
Karena aku penjelajah hati.
3 jam berlalu,
Aku masih terpaku pada lamunanku
Tak ada ada aksara. Aku hampa bahasa.
Padahal aku mahir ciptakan puisi!
Apalagi untuk menggombali hati, ya aku paling ahli.
Sial! Kertasku masih bersih. Tak ada goresan kata.
Gugup. Aku merasakan guncangan hebat selama 3 jam ini.
Aku gugup  saat harus  membayangkan bayanganmu.
Dan menuliskannya dalam aksara.
Kucoba selami hati. Pelan-pelan kucari.
Kubuka ruang ilusi. Segera kutemui arti.
Kulihat bayangan dari bayanganmu.
Tersenyum menatapku.
Astagah! Kau ini siapa?
Tatapan itu. Tatapan kita beradu! Aku candu.
Sejenak aku merasa teduh.
Sudut lain kulihat senyumanmu menyambut.
Seketika aku kaku.
Pembuluh darah ini seolah dialiri sengatan listrik bertegangan tinggi.
Mengerikan! Ini hinaan.
Keindahanmu memasung inspirasiku. Aku merasa seperti bukan lagi aku.
Kharismamu menjerat logikaku. Aku lupa kalau ini aku.
Ah, aku belum bisa menuliskanmu sebuah puisi.
Sebab aku masih ingin menikmati pesona itu. Meskipun ini ilusi.
Tapi aku pasti akan segera menepati janjiku nanti.
Menuliskanmu sebuah puisi.
Aku ingin terus menatapmu tatapan itu. Tatapan teduh.
Meskipun menatapnyamembuatku bodoh.
Meskipun menatapnya membuatku linglung.
Meskipun menatapnya membuatku hampir mati sesak.
Aku tetap merasakan teduhmu.
Nanti, selesai kunikmati ilusi ini.
Aku berjanji akan memberikanmu hadiah sebuah puisi.
Tidak sekarang. Mungkin nanti.
Akan kuhadiahkan kau sebuah puisi.

Sebuah puisi untuk dia yang berinisial 'DAS'
Waktu dibaca olehnya,
dia kecewa karena aku tak memberikannya sebuah puisi seperti yang diinginkannya.
Sesungguhnya puisi itu adalah : kamu.

0 AWAS! Itu Tipuan...

13 Januari 2014
Percakapan kami membawaku kepada sebuah kesimpulan yang sangat mengusik bathin. Oke, kami di sini adalah aku dan lelaki itu, sebut saja Er. Arah percakapam kami  mengarah kepada persoalan cinta dan pasangan hidup. Sebenarnya ketidaksengajaan menenggelamkan kami dalam sebuah perdebatan tentang kesetiaan. Hahaha terlalu klise ya.

Er adalah temanku. Sejujurnya aku merasakan segala usahanya bahwa ia sedang ingin mendekatiku lebih dalam. Tapi semua itu ya aku bawa santai saja. Toh belum terbukti. Lagipula aku ini masih belum berhasrat memiliki seorang pacar apalagi pasangan hidup. Belum siap 'ribet' soalnya.

Aku tipe wanita yang percaya bahwa cinta sejati itu ada. Ya, memang ada. Ada di dalam dongeng-dongeng klasik dan wilayah fiktif lainnya. Hahaha. Bukan apatis untuk urusan cinta, tapi ya memang ini lah adanya. Proses waktu dan pengalaman membentuk aku menjadi seorang wanita yang sinis dengan cinta.

Kita insan muda sering sekali salah mengartikan cinta. Pada dasarnya cinta itu anugerah dan simbol keajaiban Tuhan. Tapi, prosesnya ini yang sering di'lebay-lebay'kan. Apalagi sekarang ini, pernikahan yang notabene boleh terjadi karena cinta, tidak lagi dianggap sebagai suatu hal yang sakral.

Sepasang anak muda memadu kasih dalam jalinan ikatan yang sering disebut 'pacaran'. Apa sebenarnya fungsi pacaran? Merusak!  Merusak makna dari cinta itu sendiri. Banyak yang berlindung dibalik kata cinta untuk saling merusak. Trend 'galau' juga semakin menyeruak akibat dari proses cinta yang salah ini. Sungguh menyedihkan.

Bukankah cinta itu sesungguhnya sumber kasih? Sumber kebahagiaan yang membangun pribadi setiap insan untuk menjadi kuat dan tangguh? Bukankah cinta itu merupakan sesuatu yang suci sehingga dijadikan pengikat dalam kehidupan perkawinan manusia? Setidaknya itu adalah pernyataan yang terdefenisi secara spontan olehku pribadi. Tentu ini karena pengalaman.

Menikmati rasa cinta memang lebih nikmat dari sebatang coklat dan secangkir eskrim. Sangat manis. Aku  dulu sempat merasakan itu dan kebanyakan orang juga mengatakan hal yang sama.

 'Jatuh Cinta itu bikin gila!'

'Aku cinta kamu. Kamu sumber bahagiaku'

Serius??? Itukah cinta???

Itu ambisi. Hanya ambisi yang sering dibarengi dengan arogansi untuk 'memiliki'.

Seharusnya cinta itu mampu mengikhlaskan. Cinta itu mendoakan. Cinta itu sabar. Bukannya malah mencuri yang belum menjadi hak kita. Cerdaslah sedikit. Khususnya kalian para wanita! Tubuh kalian bukanlah barang dagangan yang dapat ditawar nego dengan sebuah ungkapan'cinta'. Itu bukan cinta, itu tipuan!
Sejujurnya, niatku tak menikah. Tapi sebagai makhluk yang berTuhan dan percaya dengan takdir hidup yang telah digariskan, aku masih menanti cinta sejatiku. Cinta yang diutus lagsung dari Tuhan. Klise? Hahaha. Ya, lagi-lagi hidup adalah pilihan. Namun akupun tak menutupi rasa ketakutanku untuk mngenal pria dan 'jatuh cinta'. Pacaran, pacaran, pacaran, hanya akan menambah rumitnya hidup. Aku belum siap 'ribet'.
Realita tentang keperjakaan dan keperawanan pun tambah menghantuiku. Dari percakapanku dengan Er, terkuaklah bahwa lelaki yang berparas lugu ini telah sering melakukan kegiatan suami istri dengan pacarnya terdahulu. Istilah kerennya : Making Love. Ah, gila!

Awalnya aku pikir dia ini pria yang polos dari segala hal itu. Karena apa? Dia merupakan pemuda yang aktif dalam rumah ibdah dan tergolong alim. Sedikit-sedikit topik bahasan tentang Tuhan. Dia mengaku kalau sangat mencintai Tuhan. Tapi apa? Semuanya omong kosong! Semua yang kelihatan belum tentu benar. Sama dengan cinta.

Er mengakatakan bahwa ia melakukan itu karena ia sangat mencintai mantannya meskipun pada akhirnya dia harus kehilangan. HAHAHA! Ini adalah lelucon paling 'garing' yang pernah kudengar. Kalau cinta ya seharusnya menjaga. Tapi inilah faktanya, aku seorang yang freedom! Selalu menghargai setiap pilihan yang diambil oleh siapa saja. Menurutku segalanya adalah sumber belajar. Maka itu raut kekecewaanku tak tampak diwajahku saat itu. Aku berusaha menenggelamkannya ke daar lautan terdalam imajinasiku. Biarlah si Er dengan pilihan hidupnya.

Aku tak ertarik untuk menghakimi.
Hanya saja, aku ingin menyadarkan kita. Halo kaum muda...
Hati-hatilah dalam memilih pasangan. Hati-hati! Awas terjebak dengan rayuan maut 'cinta'. Sekali lagi kutekankan, itu tipuan!

Lihat Er, dia sekarang kehilangan mantannya krarena mantannya itu selingkuh. Bayangkan, wanita itu selingkuh! Padahal dia sudah sering mlakukan hubungan suami istri dengan Er. Tapi ia sanggup. Miris bukan?
Wanita tak lagi indah. Wanita tak lagi menjadi simbol keelokan surgawi. Wanita hanya menjadi barang dagangan yang diobral. Jika tak laku dalam 'pasar'nya maka dibuanglah ia ke dalam tempat sampah. Itu 'mindset' yang tolol menurutku. Tetaplah berhati-hati. Masih ada harapan untuk kita menemukan cinta itu. Cinta yang aku percaya hanya akan datang sekali seumur hidup.