Hai sahabat, kali ini saya mulai belajar meresensi sebuah buku. Awalnya saya terinspirasi oleh sebuah tawaran yang berasal dari seorang senior saya untuk menulis di rubrik 'resensi' majalah yang dikelola oleh beliau. Sebenarnya saya diminta untuk meresensi 'Gadis Pantai' karya Pram, namun karena ada kesalahan komunikasi di antara kami, resensi novel tersebut ternyata sudah pernah terbit. Dengan deadline satu hari lagi, saya dipaksa untuk meresensi buku lain yang baru saya baca. Setelah bingung mencari, saya menjatuhkan pilihan pada buku karangan Ayu Utami, Si Parasit Lajang. Berikut resensi saya :
Judul Buku : Si Parasit Lajang
Penulis : Ayu Utami
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun Terbit : Februari 2013
Kali ini saya sangat
tertarik untuk meresensi buku karangan Ayu Utami yang berjudul ‘Si Parasit
Lajang’. Pada Februari 2013 kemarin, Kepustakaan Populer Gramedia menerbitkan
kembali buku ini setelah diterbitkan oleh Gagas Media pada tahun 2003.
Penerbitan pertama oleh Gagas Media mendapat sambutan hangat dari para pembaca
yang menyukai tulisan-tulisan seorang Ayu Utami.
Buku
‘Si Parasit Lajang’ yang kembali diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia
ini memiliki beberapa perubahan (baik penambahan dan pengurangan) pada beberapa
isinya. Salah satu yang sangat menonjol adalah beberapa alasan penulis mengapa
ia memilih untuk tidak menikah pada saat menulis buku ini. Perubahan lain yang
tampak jelas terletak pada cover. Untuk terbitan tahun 2013 ini, Ayu Utami
menciptakan sketsanya sendiri untuk cover buku ‘Si Parasit Lajang’.
Saat membaca buku ini,
tak ubahnya seperti membaca blog pribadi Ayu Utami. Materi tulisan kebanyakan
diambil dari keseharian penulis. Entah itu tentang pekerjaan, para sahabat,
perjalanan, pemikiran feminisnya dan tentang keputusannya untuk tidak menikah
di masa itu. Pilihan yang menjadi favorit saya, adalah cerita-cerita
bersama seorang teman setianya, Sahal.
Menurut saya pribadi, tulisan-tulisan dan logika berpikir yang
dipaparkan Ayu Utami pada buku ini sangatlah menarik. Tulisan berjudul Parasit
Lajang misalnya. Dalam bab ini Ayu Utami menuliskan alasan penyebutan Parasit
Lajang bagi wanita yang memutuskan untuk tidak menikah. Ternyata penyebutan itu
didapat dari seorang feminis Jepang.
Menurut Ayu Utami, yang
diambil dari riset temannya, kebanyakan perempuan Jepang yang karirnya maju
tidak menikah. Dan wanita demikian umumnya tetap menumpang di rumah orang tua
mereka, rumah yang tak perlu mereka pedulikan sebab ada ibu yang mengerjakan itu,
dan ayah yang tak rela membiarkan gadisnya sendirian. Penulis menyebut makhluk seperti ini, barangkali juga
dirinya sendiri, single parasite (Parasit
Lajang).
Tulisan menarik
lainnya juga ada pada bab Rocco Siffredi. Sebenarnya ini bab tentang film
porno, namun bagi saya tetap ada sebuah pemikiran menarik yang didapat dari
tulisan ini. Kapitalisme akan melihat manusia sebagai pasar. Karena itu
kebutuhannya harus dipenuhi. Memang, persoalannya selera perempuan masih di
bawah bentukan selera pria . Tapi, sekali lagi, kapitalisme juga menyediakan
jalan.
Saat ini sudah
mulai banyak produk kecantikan buat lelaki. Sabun dengan janji membuat muka
tidak berminyak. Obat jerawat. Susu sixpack. Banyak iklam mulai mengeksplorasi
sensualitas pria. Pria juga harus bagus, sebagaimana selama ini perempuan
dituntut. Tentu ini tidak adil bagi mereka yang tidak memenuhi kriteria bagus
pada jamannya. Tapi, demi strategi, biarlah. Biar cowok-cowok itu tak seenaknya
merasa berhak menilai perempuan secara fisik. Mereka juga akan dinilai sebagai
objek.
Tulisan-tulisan Ayu
Utami pada setiap babnya sangat frontal dan berani. Berbagai pesan yang
disampaikan juga sangat menggelitik. Hampir semua karyanya yang dituang dari
buku ini mengandung kebenaran. Fakta-fakta tersirat juga dikuak dalam buku ini.
Sangat cerdas.
Bahasa yang
digunakan juga sangat mudah dipahami. Sehingga membuat pembaca seolah sedang
bertatap muka dengan penulis. Tidak bertele-tele, singkat, lugas, dan padat
adalah gaya menulis Ayu Utami yang dituangkan di sini. Keberpihakannya kepada
kaum feminis juga tidak terlalu mencolok dan memojokkan kaum pria. Ayu memang
mengangkat sisi kekuatan dari seorang wanita lajang yang berkomitmen untuk
hidup secara bebas, namun ia juga tidak ‘menjatuhkan’ para pria yang cenderung
menjadi syarat utama wanita untuk bahagia.
Kelemahan dari buku
ini ialah sulit diterima oleh beberapa golongan yang bertentangan dengan kaum
feminis. Buku ini sebenarnya dapat dibaca oleh semua golongan, hanya saja tentu
sulit. Mengapa? Banyak ideologi-ideologi ataupun pandangan yang sangat jauh
berbeda dari yang kebanyakan yang diungkap di sini. Sehingga pandangan tersebut
terpojok oleh keadaan pada umumnya. Soalnya Ayu Utami telah menembus zona
nyaman keterikatan seorang wanita pada nilai-nilai kuno yang kaku. Ayu Utami
adalah Kartini reformasi bagi saya.
oleh : Bernadette Putri Amelia (puu)
@BernPutriA
oleh : Bernadette Putri Amelia (puu)
@BernPutriA
2 tinggalkan komentar:
10 Juni 2013 pukul 12.32
kembang kan lagi put resensi nya :)
17 Desember 2015 pukul 21.10
selamat siang mbak, salam kenal saya fitri. saya sedang melakukan penelitian mengenai representasi nilai feminisme dalam novel si parasit lajang karya ayu utami. saya membutuhkan beberapa komentar dari pembaca.
kira-kira, mbak bisa memberikan komentar mengenai novel tersebut tidak?
terima kasih sebelumnya :)
Posting Komentar