Resensi : Si Parasit Lajang (Ayu Utami)

10 Juni 2013
Hai sahabat, kali ini saya mulai belajar meresensi sebuah buku. Awalnya saya terinspirasi oleh sebuah tawaran yang berasal dari seorang senior saya untuk menulis di rubrik 'resensi' majalah yang dikelola oleh beliau. Sebenarnya saya diminta untuk meresensi 'Gadis Pantai' karya Pram, namun karena ada kesalahan komunikasi di antara kami, resensi novel tersebut ternyata sudah pernah terbit. Dengan deadline satu hari lagi, saya dipaksa untuk meresensi buku lain yang baru saya baca. Setelah bingung mencari, saya menjatuhkan pilihan pada buku karangan Ayu Utami, Si Parasit Lajang. Berikut resensi saya :


Judul Buku : Si Parasit Lajang
Penulis : Ayu Utami
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun Terbit : Februari 2013

Kali ini saya sangat tertarik untuk meresensi buku karangan Ayu Utami yang berjudul ‘Si Parasit Lajang’. Pada Februari 2013 kemarin, Kepustakaan Populer Gramedia menerbitkan kembali buku ini setelah diterbitkan oleh Gagas Media pada tahun 2003. Penerbitan pertama oleh Gagas Media mendapat sambutan hangat dari para pembaca yang menyukai tulisan-tulisan seorang Ayu Utami.
            Buku ‘Si Parasit Lajang’ yang kembali diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia ini memiliki beberapa perubahan (baik penambahan dan pengurangan) pada beberapa isinya. Salah satu yang sangat menonjol adalah beberapa alasan penulis mengapa ia memilih untuk tidak menikah pada saat menulis buku ini. Perubahan lain yang tampak jelas terletak pada cover. Untuk terbitan tahun 2013 ini, Ayu Utami menciptakan sketsanya sendiri untuk cover buku ‘Si Parasit Lajang’.
Saat membaca buku ini, tak ubahnya seperti membaca blog pribadi Ayu Utami. Materi tulisan kebanyakan diambil dari keseharian penulis. Entah itu tentang pekerjaan, para sahabat, perjalanan, pemikiran feminisnya dan tentang keputusannya untuk tidak menikah di masa itu.  Pilihan yang menjadi favorit saya, adalah cerita-cerita bersama seorang teman setianya, Sahal.
Menurut saya pribadi, tulisan-tulisan dan logika berpikir yang dipaparkan Ayu Utami pada buku ini sangatlah menarik. Tulisan berjudul Parasit Lajang misalnya. Dalam bab ini Ayu Utami menuliskan alasan penyebutan Parasit Lajang bagi wanita yang memutuskan untuk tidak menikah. Ternyata penyebutan itu didapat dari seorang feminis Jepang.
Menurut Ayu Utami, yang diambil dari riset temannya, kebanyakan perempuan Jepang yang karirnya maju tidak menikah. Dan wanita demikian umumnya tetap menumpang di rumah orang tua mereka, rumah yang tak perlu mereka pedulikan sebab ada ibu yang mengerjakan itu, dan ayah yang tak rela membiarkan gadisnya sendirian. Penulis  menyebut makhluk seperti ini, barangkali juga dirinya sendiri, single parasite (Parasit Lajang).
Tulisan menarik lainnya juga ada pada bab Rocco Siffredi. Sebenarnya ini bab tentang film porno, namun bagi saya tetap ada sebuah pemikiran menarik yang didapat dari tulisan ini. Kapitalisme akan melihat manusia sebagai pasar. Karena itu kebutuhannya harus dipenuhi. Memang, persoalannya selera perempuan masih di bawah bentukan selera pria . Tapi, sekali lagi, kapitalisme juga menyediakan jalan.
Saat ini sudah mulai banyak produk kecantikan buat lelaki. Sabun dengan janji membuat muka tidak berminyak. Obat jerawat. Susu sixpack. Banyak iklam mulai mengeksplorasi sensualitas pria. Pria juga harus bagus, sebagaimana selama ini perempuan dituntut. Tentu ini tidak adil bagi mereka yang tidak memenuhi kriteria bagus pada jamannya. Tapi, demi strategi, biarlah. Biar cowok-cowok itu tak seenaknya merasa berhak menilai perempuan secara fisik. Mereka juga akan dinilai sebagai objek.
Tulisan-tulisan Ayu Utami pada setiap babnya sangat frontal dan berani. Berbagai pesan yang disampaikan juga sangat menggelitik. Hampir semua karyanya yang dituang dari buku ini mengandung kebenaran. Fakta-fakta tersirat juga dikuak dalam buku ini. Sangat cerdas.
Bahasa yang digunakan juga sangat mudah dipahami. Sehingga membuat pembaca seolah sedang bertatap muka dengan penulis. Tidak bertele-tele, singkat, lugas, dan padat adalah gaya menulis Ayu Utami yang dituangkan di sini. Keberpihakannya kepada kaum feminis juga tidak terlalu mencolok dan memojokkan kaum pria. Ayu memang mengangkat sisi kekuatan dari seorang wanita lajang yang berkomitmen untuk hidup secara bebas, namun ia juga tidak ‘menjatuhkan’ para pria yang cenderung menjadi syarat utama wanita untuk bahagia.

Kelemahan dari buku ini ialah sulit diterima oleh beberapa golongan yang bertentangan dengan kaum feminis. Buku ini sebenarnya dapat dibaca oleh semua golongan, hanya saja tentu sulit. Mengapa? Banyak ideologi-ideologi ataupun pandangan yang sangat jauh berbeda dari yang kebanyakan yang diungkap di sini. Sehingga pandangan tersebut terpojok oleh keadaan pada umumnya. Soalnya Ayu Utami telah menembus zona nyaman keterikatan seorang wanita pada nilai-nilai kuno yang kaku. Ayu Utami adalah Kartini reformasi bagi saya.

oleh : Bernadette Putri Amelia (puu)
@BernPutriA

2 tinggalkan komentar:

David Asc Official Blog Says:
10 Juni 2013 pukul 12.32

kembang kan lagi put resensi nya :)

fitriholy Says:
17 Desember 2015 pukul 21.10

selamat siang mbak, salam kenal saya fitri. saya sedang melakukan penelitian mengenai representasi nilai feminisme dalam novel si parasit lajang karya ayu utami. saya membutuhkan beberapa komentar dari pembaca.
kira-kira, mbak bisa memberikan komentar mengenai novel tersebut tidak?

terima kasih sebelumnya :)

Posting Komentar