Kado Natal

24 Desember 2014

Sebuah kado mungkin acap kali kita bayangkan sebagai sesuatu hal indah dan menggembirakan hati. Kado adalah harapan dan misteri tersembunyi yang ingin kita dapatkan. Saat perayaan besar, kita sering mengharapkan kado sebagai pelengkap sebuah perayaan itu. Apapun jeisnya, apapun ukurannya, seberapapun harganya, kado tetaplah menyenangkan. Dan aku, aku sangat suka kado!

Namun beriring waktu, aku menemukan sebuah fakta hebat yangmengejutkan. Sebuah kado tak selamanya memberi rasa bahagia. Kado yang melahirkan rasa sakit serta keperihan. Hati teriris dan jiwa seolah remuk saat harus menerima sebuah kado yang tak menyenangkan hati. Layakkah ini disebut sebuah kado?

Saat kali pertama kuterima kado itu dengan tanganku, rasa sakitnya belum begitu terasa. Saat kugenggam kado itu dengan penuh rasa penasaran, semakin kurasakan sakit yang menyiksa. Ada rasa panas seperti bara api yang membakar setiap sendi. Kubuka perlahan, mataku mendadak kabur dan airmata menggenang di situ. Air mataku tertumpah dan berubah menjadi titik-titik darah. Kuangkat kado yang kubuka tadi, sinarnya menusuk dan masuk ke dalam pori-pori kulit mikron per mikron. Sekujur tubuhku kaku. Ada rasa sakit yang tak tertahankan! Perih. Airmataku seketika membeku. Otakku tergerogoti oleh hewan-hewan kecil yang entah datang dari mana. Kurasakan sakit pada setiap organ dalamku. Mendadak darah termuntahkan dari rongga mulutku. Rasa sakit ini, rasa perih ini, ah tolong aku! Tolong! Tanganku terikat oleh tali emas yang tak tahu entah muncul darimana pula. Leherku serasa tercekik! Aku tak bisa bernafas dengan baik! Aku sesak! Tolong... tolong aku! Aku mulai lemas tak berdaya. Aku tersungkur. Mendadak saat itu telingaku dipekakkan oleh suara nyaring yang mengganggu poendengaranku. Aduh! Suara itu semakin kuat! Telingaku seperti tercucuk jarum demi jarum, sakit sekali! Kepalaku pusing. Pandangan mataku kabur. Aku menyerah! Aku menyeraaaaaaaah! Bapa... tolong... Bapaaaaaa!

Bapa? Siapa Bapa? Siapa? Tuhan? Saat sakit ingat Tuhan?

Suara itu menertawakanku. Semakin ramai dan smakin kuat. Mereka menertyawakan dan mengolok-olokku.

Jiwamu sudah kami tawan! Sebentar lagi kau pasti mati! Mati! Tapiu tidak secepat itu, kau harus menderita. Sebab deritamu adalah kesukaan bagi kami. Dasar manusia bodoh!!!

Ahhh, diam!!!!

Tuhan. Tolong. Tuhan. Tolong!!!!!

Mulutku yang penuh gumpalan darah, mulai kupakai untuk bernyanyi. Memuji dan menyembah. Entah siapa, tapi hatiku tertambat padaNya. Semakin aku memuji, semakin sakit rasa perihku. Semakin aku menyembah, semakin sesak leherku tercekik. Tuhan!!! Tolong!!!

Aku pingsan.

Saat mataku terbuka, banyak lilin yang mengelilingiku. Sekitarku sangat gelap! Gelap! Aku tak bisa melihat apapun. Dimana aku? Dimana?

Aku lahir, untukmu. Aku datang, untuk menyelamatkanmu. Jangan takut, hidupku kini milikku.

Siapa kau? Siapa?

Akulah yang kau panggil. Akulah yang kau sembah. Aku, datang untukmu.

Kurasakan suara itu memelukku. Suara itu menenangkanku. Suara itu melepaskanku dari rasa sakit dan perih itu. Saat aku menangis, semua perlahan lenyap. Kesakitanku tak lagi menjerat. Aku bebas! Aku bebas!

Tuan! Aku ingin ikut engkau!!!

Bukan Tuan. Tetatpi TUHAN. Akulah TUHANmu. Aku datang untuk menyelamatkan mu dari jerat maut musuhku. Kini kau aman.

TUHAN!!!
AKU MAU SETIA!!!
AKU MAU HIDUP SESUAI INGINMU!!!

Saat aku coba mulai berjalan, kurasakan ada tangan yang menggenggam erat tanganku. Ada sinar yang melingkupiku sebagai pelindung. Hidupku kini tak seberat dulu. Aku bebas!

Dan kurasakan sebuah suara yang kukenali berbisik di telingaku,

Kado itu, kado itu adalah pemberianku. Agar aku dapat mengambil kembali hatimu.
Selamat Natal, anakku.

MEDAN, 24 Desember 2014
Oleh: PUTRI (Nangbidok)

0 tinggalkan komentar:

Posting Komentar