ANEH. DINGIN.

21 Mei 2013
Dia, tersudut (disudutkan) dalam sudut bungkam. Awalnya tak teringat hari itulah harinya. Hari bersejarah bagi hidupmu. Dia hampir lupa. Bisa juga dikatakan sama sekali tidak ingat. Namun batinnya tiba-tiba tersentak. Jantungnya memacu lebih kencang. Kakinya bergetar hebat. Peluhnya mencair dan tangis memecah lautan manusia siang itu. Ya, hari itulah harimu. Hari bersejarah yang seharusnya menjadi miliknya juga. Tak mau membuang waktu, dia segera berlari mencarimu. Gamang dirasanya. Nanar dalam keramaian. Matanya terus mencari-cari. Badannya berputar memusatkan pandangan pada setiap sudut. Berharap kalau-kalau kau ada. Dia begitu berhasrat melihatmu dengan toga dan jubah kebesaranmu. Sangat ingiiiin. Bisakah kau rasakan getaran itu? Dia memanggil-manggil namamu dalam hatinya. Dengarlah. Dengar. Langkahnya terus menyapu setiap sudut jalan berpacu dengan segala kemungkinan. Kalau-kalau kau sudah pergi. Barangkali kau sudah tak lagi di tempat itu. Namun dia tak menyurutkan langkahnya. Terus mencari dan mencari. Padahal dia sendiripun tak paham untuk apa da melakukan itu. Kata-kata apa yang akan dikeluarkannya jika nanti kau telah ada dihadapnya. Dasar bocah bodoh. Miris.
Sejenak ia lelah. Menutup mukanya dan mengambil nafas terengah-engah. Dalam hati dia membuat perjanjian dengan Tuhan. Entah itu janji atau sebuah tantangan atau apalah, aku tak begitu memahaminya. Dia bergumam,"kalau berjodoh, aku akan melihatmu. ya, melihatmu. walau dari jauh. aku harus melihatmu tersenyum dengan kelulusanmu. Tuhan akan membantuku."
cring!
Tiba-tiba entah angin apa yang membawamu, kau ada. Kau masih di sana. Di pinggir sebuah jalan dengan telepon genggam yang menempel di telingamu. Dia melihatmu. Ya, dia melihatmu. Dengan nafas masih tersenggal, dia berjalan mendekatimu. Kakinya seketika kaku. Langkahnya berat. Dia merasa sangat gugup. Lidahnya kelu, tak tahu hendak berbicara apa. Semakin dekat, dekat, hingga kalian hanya berjrak sejengkal. Berkali-kali dia menelan ludah mencoba tenang. Namun tetap saja masih terlihat aneh.
'hai' kulihat dia menyapamu dengan datar sambil menyodorkan tangan ke arahmu. Seketika itu juga kau menghentikan percakapanmu di telepon dan menyambut tangannya. Ah...seketika itu juga dia merasa inging tumbang. Rasa senang. gugup, malu bercampur jadi satu. Dadanya serasa ingin meledak. Benar-benar aneh. Dingin namun ada aliran hangat yang tersalurkan melalu jabatan tangan itu.
Tidakkah kau tahu dia ingin meledak? Air matanya dipaksanya 'diam'. Sakitttt...
Senyum sumringah tetap dia jadikan topeng untuk menutup kegusarannya di hadapanmu.
Heiii...lepas...jangan menggenggam tangannya terlalu lama. Dia bisa mati pingsan!
Percakapan di tutup dengan kata 'selamat'.
Ya....selamat.
Dengan sesenggukan dia berpaling dan berjalan menjauhimu.
Berat. Sangat berat.
Spontan dia berteriak. Lari sekencang yang ia mampu. Tangisnya tumpah.
Perih. Hatinya teriris kenangan lama yang sebenarnya belum dapat dia relakan.
Jauh sudah. Dia darimu. Semakin jauh. Jauh memisah asa yang pernah tergambar dulu.
Kini? Hanya ilusi kenikmatan yang kadang membuat dia tersenyum dalam tangisnya setiap kali ingatan tentangmu melintas dalam benaknya. Dengan hujan.

0 tinggalkan komentar:

Posting Komentar