Bahagiaku ada di dalam jiwa
mereka. Bahagiaku mengalir dalam darah mereka. Bahagiaku menyatu dengan detakan
jantung mereka. Bahagiaku adalah pancaran sinar mata mereka. Bahagiaku terlukis
dalam senyum mereka. Bahagiaku adalah harapan dan doa-doa mereka. Bahagiaku
adalah mereka. Mereka alasan mengapa ku hidup hingga kini dan nanti.
Mereka yang menua karena waktu.
Mereka yang keriput karena masa menggeluti setiap kulit tubuh mereka. Inci demi
inci wajah mereka kupandangi setiap waktu, terlihat semakin lelah saja. Mereka
berjudi dengan asa. Harapan mereka terajut rapi dalam setiap telapak tanganku.
Ya, akulah satu-satunya tumpuan harapan atas masa depan mereka kelak.
“Mami, Papa. Aku mencintai
kalian. Betapa aku sangat mencintai kalian. Betapa aku sangat merindukan setiap
kecupan dan pelukan hangat kalian. Setiap detik, setiap waktu. Terlalu rindu!”
“Aku takut menjadi dewasa. Aku
gamang menjalani kemandirianku. Jatuh bangun aku di sini, di arena kehidupan
yang penuh dengan persaingan. Kucoba melangkahkan kakiku dan berlari. Tak
jarang aku jatuh dan menangis. Saat-saat itulah yang semakin membuat aku
mengingat kalian.”
“Aku ingat, betapa kalian
mencintaiku. Betapa kalian menjagaku dengan penuh cinta. Rasa aman selalu
mengelilingiku. Kalian mengawasiku dengan rasa hati-hati, walaupun aku selalu
memberontak karena merasa terlalu dikekang. Tak jarang aku membantah perkataan
kalian. Tak jarang aku mengeluarkan kata-kata kasar saat kalian menuruti
perkataanku. Nada suara yang keras selalu keluar dari mulutku kalau aku dilarang
melakukan sesuatu. Itu semua menyakiti hati kalian. Terlalu sering permintaanku
memberatkan kalian. Aku yang tak merasakan rasa letih kalian menafkahiku. Aku
yang selalu saja tak paham betapa kalian mencintaiku. Maafkan aku.”
“Sering aku menolak saat disuruh
melakukan sesuatu. Sering kali aku pura-pura tak mendengar panggilan kalian.
Sering aku menutup telingaku saat kalian sedang marah. Sering aku malu saat
kalian menciumku di depan orang ramai. Sering aku merasa terkekang karena aku
selalu diantar jemput kemanapun aku pergi. Padahal kan aku sudah dewasa.”
“Sering kali aku membuat air mata
kalian jatuh berlinang dengan sia-sia. Sering kali aku menuntut lebih dari yang
kalian mampu. Sering kali kulupakan nasihat kalian. Sering juga aku melawan dan
memasang wajah cemberut saat sedang ditanyai sesuatu. Maafkan aku mami. Maafkan
aku papa. Maafkan aku yang selalu memaki saat aku sedang emosi dengan masalah
yang kuhadapi."
“Aku yang pernah membanting
pintu. Berteriak keras dengan arogannya aku. Sengaja tidak mencium tangan
kalian saat hendak pergi keluar karena sedang marah. Ampuni aku yang nakal.
Ampuni dosaku sebagai anak kalian. Aku mencintai kalian. Hanya saja aku tak
tahu bagaimana cara yang benar untuk menunjukkan rasa sayangku. Aku sungguh
sangat menyayangi kalian.”
“Sekarang, aku telah dewasa Mi,
Pa. Aku mengalami proses hidup yang menyakitkan. Aku sering gagal, dan kemudian
bangkit. Sakit kemudian pulih, sakit lagi, jatuh lagi, tersungkur, kemudian
mencoba bangkit dengan sisa-sisa daya yang ada. Aku ini anakmu. Aku ini putri
kecilmu. Aku ini yang telah sadar. Aku yang sekarang menyadari betapa kalian
sangat berharga buatku. Aku ini yang sekarang begitu takutnya kehilangan
kalian. Aku ini yang paham betapa kalian adalah tempatku mengadu. Kalianlah satu-satunya
tempatku menumpahkan segala keluh. Betapa aku menyesal pernah menjadi anak yang
nakal. Aku menyesal pernah membuat kalian menangis. Aku menyesal.”
“Sekarang, peluklah aku. Aku
ingin kalian selalu ada di sisiku. Ini aku sedang berjuang merebut toga
kebesaranku. Ini semua untuk kalian. Hanya untuk kalian. Betapa aku takut untuk
tidak mampu membahagiakan kalian. Betapa aku takut waktu akan memisahkan kita.
Teruslah sehat Mi! Pa!”“Aku kini belajar menghadapi
setiap ujian dalam hidup. Aku ingin menang! Aku ingin mempersembahkan piala
kemenagnaku hanya untuk kalian, orangtuaku. Kalianlah sumber semangat itu.
Kalianlah segalanya. Kalian hartaku yang paling berharga kini dan nanti.
Selamanya hanya kalian.”
“Tujuanku kini adalah
banyak-banyak melukis senyum di wajah kalian. Aku ingin selalu menghangatkan
kulit kalian yang semakin keriput itu. Aku ingin selalu menjadi nafas saat
kalian tersenggal sesak untuk bernafas. Aku ingin menjadi angin sejuk yang
membelai kalian. Aku ingin selalu menjadi obat atas rasa sakit yang kalian
rasakan. Aku ingin menjadi gudang harapan kalian. Aku ingin menjadi kebanggan
bagi kalian. Aku ingin kalian bangga memiliki aku. Aku ingin kalian bisa pamer
dimuka umum bahwa kalian bahagia dengan keberadaanku. Akulah mata kalian, saat
kelak kalian tak mampu lagi melihat. Akulah kaki kalian saat kelak kalian tak
kuat untuk berjalan. Akulah tangan kalian saat kelak kalian tak mampu
menggenggam. Akulah rumah doa untuk kalian.”
“Kesempatan selalu ada untuk
orang yang ingin berubah. Kesempatan selalu terbuka. Kuyakin masih ada harapan.
Semua yang tak mungkin PASTI menjadi mungkin. Asalkan aku benar berusaha dan
meletakkan segala harapanku dalam tangan-Nya. Tuhan, restuilah niat baikku ini.
Berkenanlah atas segalanya ini. AMIN!”
“Terimakasih atas segalanya yang
telah kalian berikan bagiku. Aku bangga menjadi putri kalian. Aku bahagia
memiliki orang tua seperti kalian. Terimakasih mami. Terimakasih papa.
Terimakasih atas segalanya. Segala kepunyaanku pun kusadari takkan mampu
membalas segala yang telah kalian berikan untuk hidupku. Terimakasih telah
menjadi orang tua ‘super’ ya Mi, Pa. Aku, putri kecil kalian, selalu mencintai
kalian.”
RASA CINTAKU BENAR-BENAR TAK
TERBENDUNG UNTUK KALIAN. AKU SAYANG MAMI! AKU SAYANG PAPA! AKU SAYANG KALIAN
BERDUA! MAMI DAN PAPA ITU MANUSIA SUPER! :')
0 tinggalkan komentar:
Posting Komentar