Terima Kasih

30 September 2013

Bahagiaku ada di dalam jiwa mereka. Bahagiaku mengalir dalam darah mereka. Bahagiaku menyatu dengan detakan jantung mereka. Bahagiaku adalah pancaran sinar mata mereka. Bahagiaku terlukis dalam senyum mereka. Bahagiaku adalah harapan dan doa-doa mereka. Bahagiaku adalah mereka. Mereka alasan mengapa ku hidup hingga kini dan nanti.

Mereka yang menua karena waktu. Mereka yang keriput karena masa menggeluti setiap kulit tubuh mereka. Inci demi inci wajah mereka kupandangi setiap waktu, terlihat semakin lelah saja. Mereka berjudi dengan asa. Harapan mereka terajut rapi dalam setiap telapak tanganku. Ya, akulah satu-satunya tumpuan harapan atas masa depan mereka kelak.

“Mami, Papa. Aku mencintai kalian. Betapa aku sangat mencintai kalian. Betapa aku sangat merindukan setiap kecupan dan pelukan hangat kalian. Setiap detik, setiap waktu. Terlalu rindu!”

“Aku takut menjadi dewasa. Aku gamang menjalani kemandirianku. Jatuh bangun aku di sini, di arena kehidupan yang penuh dengan persaingan. Kucoba melangkahkan kakiku dan berlari. Tak jarang aku jatuh dan menangis. Saat-saat itulah yang semakin membuat aku mengingat kalian.”

“Aku ingat, betapa kalian mencintaiku. Betapa kalian menjagaku dengan penuh cinta. Rasa aman selalu mengelilingiku. Kalian mengawasiku dengan rasa hati-hati, walaupun aku selalu memberontak karena merasa terlalu dikekang. Tak jarang aku membantah perkataan kalian. Tak jarang aku mengeluarkan kata-kata kasar saat kalian menuruti perkataanku. Nada suara yang keras selalu keluar dari mulutku kalau aku dilarang melakukan sesuatu. Itu semua menyakiti hati kalian. Terlalu sering permintaanku memberatkan kalian. Aku yang tak merasakan rasa letih kalian menafkahiku. Aku yang selalu saja tak paham betapa kalian mencintaiku. Maafkan aku.”

“Sering aku menolak saat disuruh melakukan sesuatu. Sering kali aku pura-pura tak mendengar panggilan kalian. Sering aku menutup telingaku saat kalian sedang marah. Sering aku malu saat kalian menciumku di depan orang ramai. Sering aku merasa terkekang karena aku selalu diantar jemput kemanapun aku pergi. Padahal kan aku sudah dewasa.”

“Sering kali aku membuat air mata kalian jatuh berlinang dengan sia-sia. Sering kali aku menuntut lebih dari yang kalian mampu. Sering kali kulupakan nasihat kalian. Sering juga aku melawan dan memasang wajah cemberut saat sedang ditanyai sesuatu. Maafkan aku mami. Maafkan aku papa. Maafkan aku yang selalu memaki saat aku sedang emosi dengan masalah yang kuhadapi."

“Aku yang pernah membanting pintu. Berteriak keras dengan arogannya aku. Sengaja tidak mencium tangan kalian saat hendak pergi keluar karena sedang marah. Ampuni aku yang nakal. Ampuni dosaku sebagai anak kalian. Aku mencintai kalian. Hanya saja aku tak tahu bagaimana cara yang benar untuk menunjukkan rasa sayangku. Aku sungguh sangat menyayangi kalian.”

“Sekarang, aku telah dewasa Mi, Pa. Aku mengalami proses hidup yang menyakitkan. Aku sering gagal, dan kemudian bangkit. Sakit kemudian pulih, sakit lagi, jatuh lagi, tersungkur, kemudian mencoba bangkit dengan sisa-sisa daya yang ada. Aku ini anakmu. Aku ini putri kecilmu. Aku ini yang telah sadar. Aku yang sekarang menyadari betapa kalian sangat berharga buatku. Aku ini yang sekarang begitu takutnya kehilangan kalian. Aku ini yang paham betapa kalian adalah tempatku mengadu. Kalianlah satu-satunya tempatku menumpahkan segala keluh. Betapa aku menyesal pernah menjadi anak yang nakal. Aku menyesal pernah membuat kalian menangis. Aku menyesal.”

“Sekarang, peluklah aku. Aku ingin kalian selalu ada di sisiku. Ini aku sedang berjuang merebut toga kebesaranku. Ini semua untuk kalian. Hanya untuk kalian. Betapa aku takut untuk tidak mampu membahagiakan kalian. Betapa aku takut waktu akan memisahkan kita. Teruslah sehat Mi! Pa!”“Aku kini belajar menghadapi setiap ujian dalam hidup. Aku ingin menang! Aku ingin mempersembahkan piala kemenagnaku hanya untuk kalian, orangtuaku. Kalianlah sumber semangat itu. Kalianlah segalanya. Kalian hartaku yang paling berharga kini dan nanti. Selamanya hanya kalian.”

“Tujuanku kini adalah banyak-banyak melukis senyum di wajah kalian. Aku ingin selalu menghangatkan kulit kalian yang semakin keriput itu. Aku ingin selalu menjadi nafas saat kalian tersenggal sesak untuk bernafas. Aku ingin menjadi angin sejuk yang membelai kalian. Aku ingin selalu menjadi obat atas rasa sakit yang kalian rasakan. Aku ingin menjadi gudang harapan kalian. Aku ingin menjadi kebanggan bagi kalian. Aku ingin kalian bangga memiliki aku. Aku ingin kalian bisa pamer dimuka umum bahwa kalian bahagia dengan keberadaanku. Akulah mata kalian, saat kelak kalian tak mampu lagi melihat. Akulah kaki kalian saat kelak kalian tak kuat untuk berjalan. Akulah tangan kalian saat kelak kalian tak mampu menggenggam. Akulah rumah doa untuk kalian.”

“Kesempatan selalu ada untuk orang yang ingin berubah. Kesempatan selalu terbuka. Kuyakin masih ada harapan. Semua yang tak mungkin PASTI menjadi mungkin. Asalkan aku benar berusaha dan meletakkan segala harapanku dalam tangan-Nya. Tuhan, restuilah niat baikku ini. Berkenanlah atas segalanya ini. AMIN!”

“Terimakasih atas segalanya yang telah kalian berikan bagiku. Aku bangga menjadi putri kalian. Aku bahagia memiliki orang tua seperti kalian. Terimakasih mami. Terimakasih papa. Terimakasih atas segalanya. Segala kepunyaanku pun kusadari takkan mampu membalas segala yang telah kalian berikan untuk hidupku. Terimakasih telah menjadi orang tua ‘super’ ya Mi, Pa. Aku, putri kecil kalian, selalu mencintai kalian.”

RASA CINTAKU BENAR-BENAR TAK TERBENDUNG UNTUK KALIAN. AKU SAYANG MAMI! AKU SAYANG PAPA! AKU SAYANG KALIAN BERDUA! MAMI DAN PAPA ITU MANUSIA SUPER! :')

0 tinggalkan komentar:

Posting Komentar