Nanti, Aku Pasti Menuliskanmu Sebuah Puisi.

14 Januari 2014
Berjam-jam aku diam. Membisu di sudut kebingungan.
Lelah mencari kata. Tak jua kutemukan kata yang tepat.
Masih kupandangi selembar kertas buram di depanku. Masih lengang aksara.
Penaku lesu. Lemah terkulai seolah menyerah.
Nafas-nafas panjang kuhela dengan paksa. Berharap membuatku lega.
Peluhku bercucuran. Dadaku bergetar kencang.
Jantungku memberontak. Aku gugup!
Ah, gila! Ini terlalu gila.
Lelucon apa ini?
Mengapa sulit sekali menciptakanmu sebuah puisi?
Aku ini ahli. Tak sulit untuk menjanjikanmu sebuah puisi.
Karena aku penjelajah hati.
3 jam berlalu,
Aku masih terpaku pada lamunanku
Tak ada ada aksara. Aku hampa bahasa.
Padahal aku mahir ciptakan puisi!
Apalagi untuk menggombali hati, ya aku paling ahli.
Sial! Kertasku masih bersih. Tak ada goresan kata.
Gugup. Aku merasakan guncangan hebat selama 3 jam ini.
Aku gugup  saat harus  membayangkan bayanganmu.
Dan menuliskannya dalam aksara.
Kucoba selami hati. Pelan-pelan kucari.
Kubuka ruang ilusi. Segera kutemui arti.
Kulihat bayangan dari bayanganmu.
Tersenyum menatapku.
Astagah! Kau ini siapa?
Tatapan itu. Tatapan kita beradu! Aku candu.
Sejenak aku merasa teduh.
Sudut lain kulihat senyumanmu menyambut.
Seketika aku kaku.
Pembuluh darah ini seolah dialiri sengatan listrik bertegangan tinggi.
Mengerikan! Ini hinaan.
Keindahanmu memasung inspirasiku. Aku merasa seperti bukan lagi aku.
Kharismamu menjerat logikaku. Aku lupa kalau ini aku.
Ah, aku belum bisa menuliskanmu sebuah puisi.
Sebab aku masih ingin menikmati pesona itu. Meskipun ini ilusi.
Tapi aku pasti akan segera menepati janjiku nanti.
Menuliskanmu sebuah puisi.
Aku ingin terus menatapmu tatapan itu. Tatapan teduh.
Meskipun menatapnyamembuatku bodoh.
Meskipun menatapnya membuatku linglung.
Meskipun menatapnya membuatku hampir mati sesak.
Aku tetap merasakan teduhmu.
Nanti, selesai kunikmati ilusi ini.
Aku berjanji akan memberikanmu hadiah sebuah puisi.
Tidak sekarang. Mungkin nanti.
Akan kuhadiahkan kau sebuah puisi.

Sebuah puisi untuk dia yang berinisial 'DAS'
Waktu dibaca olehnya,
dia kecewa karena aku tak memberikannya sebuah puisi seperti yang diinginkannya.
Sesungguhnya puisi itu adalah : kamu.

4 tinggalkan komentar:

Unknown Says:
15 Januari 2014 pukul 05.57

Aih sedaaappp kayak mie kuah rasa kari ayam. Romantis banget ;)

Unknown Says:
15 Januari 2014 pukul 07.09

seriusan yat ??? kritiknya dong...

defantri.com Says:
15 Januari 2014 pukul 08.55

Lanjutkan (y)

Unknown Says:
15 Januari 2014 pukul 12.18

Siap Pak !!! ^_^

Posting Komentar