Gugup Sendiri

15 Januari 2014
Wah, dia datang! Jantungku mulai berdegup lebih cepat. Peluhku bercucuran dan astagah! tanganku pucat. Mendadak aku merasa gugup hingga gemetar. Matanya tersenyum menatapku namun bibirnya datar. Hari ini sejujurnya kukatakan, dia sangat tampan! Rasanya bumi seperti berhenti berputar dan waktu pun diam. Aku harus apa? Aduh, gugup. Kucoba cairkan suasana dengan sebuah 'tos tangan' ke arahnya, walau sebenarnya dia ingin menjabat tanganku.

"Dari mana bang?"
"Dari fakultas. Jumpain dosen."
"Wah, kapan seminar?"
"Kapan ya... em... Hehehe... Tadi baru di acc"
"Wahaa! Selamat ya. Liat dong skripsinya. Manatau bia dijiplak"
"HAHA. nah."

Melihat skripsi? Oh, bukan... Ini hanya taktik mengatasi rasa gugup ini. Melihat dia duduk di sampingku rasanya aku tak percaya. HAHA! tak kuhiraukan kata demi kata dalam lembaran skripsi itu. Aku menipu diriku. Lembar demi lembarnya malah memunculkan ingatanku tentang indah pesonanya. Aih, ini gila. Selanjutnya apa?

Dia masih diam. Suasana hening. Aku tak tahu harus mengangkat topik apa. Kamu datang menemuiku tapi kenapa sepertinya tak berniat berbincang? Haruskah aku yang selalu memulai? Lembaran terakhir skripsi kututup, namun belum ada juga suara bergeming dari mulutnya. Ah, kesal! Dia diam, aku diam. Kami seperti orang bodoh.

Senyumannya sedikit kaku, tampak tak ikhlas. Aku bingung menanggapinya. Ah, udah ah! Sombong. Kalau harus aku yang memulai, ogah ya! Gengsi dong. 20 menit terisi hanya dengan suara yang bergumam dalam hati. Mungkinkah kami berbicara melalui hati? Mungkin saja.

Ayo dong ajak aku pergi... Kemana kek... Masih saja diam. Ngapain sih kamu dateng kalo cuma bikin kesel kayak gini? ihh... Dia masih asik mengutak-atik handphone nya.

"Aku balik dulu ya, dek."
"Hah? Oh iya, iya."
"Ada urusan mendadak soalnya"
"Mau kemana bang?"
"Jumpain temen."
"Hati-hati ya..."
"Langsung pulang dek. Jangan main aja kerjanya. Cabut dulu ya"

Aku pikir, kita... Ah, aku saja yang merasakan serangan asmara ini ternyata. Dia berlalu meninggalkan pertemuan kami. Dengan cepat punggungnya lenyap dari pandanganku. Aku masih terdiam dan tak paham mengapa harus aku yang gugup sendiri.

0 tinggalkan komentar:

Posting Komentar