Kemarin

1 Agustus 2014
Kemarin kita bersumpah bahwa darah adalah mahar bagi cinta
Kemarin kita bermadah bersama dalam sebuah kidung pujian senja
Kermarin kita berserah pada jiwa yang penuh dengan gairah
Sumpah darah, lenyap.
Madah pujian, lenyap.
Jiwa, tak lagi bergairah. Lenyap.
Waktu-waktu hanyalah dusta.
Dustaku mendustai hatimu.
Suka-duka hanyalah cerita.
Ceritaku yang hanya akan menjadi karya.
Jiwa-jiwa tersiksa dalam jeruji norma.
Aku hendak apakan luka ini? Luka kita menyesah raga hingga lemah tanpa daya.
Sumpah darah mestinya tak sia-sia.
Madah pujian mestinya tak terbungkam.
Jiwa kita mestinya bebas dalam rasa, asa, dan cinta.
Keindahan yang mendasar pada hal yang berbeda, istimewa dari yang lainnya.
Keindahan yang mestinya tak dikotori kata dosa. Kata mereka.
Keindahan yang mestinya memiliki hak yang serupa dengan manusia pada umumnya. Cinta yang sama. Cinta.
Kemarin hanya akan menjadi kemarin.
Cerita hanya akan menjadi cerita.
Dusta hanya akan menjadi dusta.
Seharusnya kita kembali bermadah bersama.
Seharusnya kita kembali bersumpah demi darah yang tertumpah.
Seharusnya.
Dan kemarin pun seharusnya tak mesti ada.
Atau...
Semestinya tak pernah ada kini!
Hingga kemarin akan selalu menjadi hari ini.
Oleh: Putri (Nangbidok)
Medan, 020814

0 tinggalkan komentar:

Posting Komentar